Pendidikan

15 Siswa SMK Nurul Fallah, Sepatunya di Sita Pihak Sekolah

SUARATRANS.COM, TANGGAMUS – Sebanyak 15 siswa SMK Nurul Falah Pugung, Kabupaten Tanggamus, semua alas kakinya berupa sepatu di sita pihak sekolah yang dilakukan langsung oleh Kepala sekolah dengan alasan tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat oleh pihak sekolah, saat mengikuti upacara Peringatan Hari Pahlawan dihalaman sekolah setempat, Sabtu (10/11/2018).

Salah satu siswa yang berinisial AS (17 TH) mengeluhkan apa yang diperbuat oleh pihak sekolah dengan cara mengambil berupa alas kaki sepatu. Disampaikan oleh pihak sekolah kepada semua siswa yang disita sepatunya, bahwasanya sepatu yang dipakai tidak sesuai dengan apa yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Selanjutnya AS mengatakan, bahwa sepatu miliknya serta kawannya yang lain sementara ditahan oleh pihak sekolah, dengan batas waktu sampai sudah bisa memiliki sepatu yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah yakni New Basket.

“Sepatu saya sama kawan-kawan yang lain diambil oleh kepala sekolah, dengan alasan sepatu yang saya dipakai tidak sesuai aturan yang sudah ditentukan pihak sekolah, dan akan dikembalikan setelah saya sudah memiliki sepatu yang sesui keinginan sekolah, Sedangkan sepatu yang saya miliki cuman itu saja mas, itupun sepatu dibelikan oleh ibunya dari hasil kerjanya menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta, kalau untuk membeli sepatu baru saat ini orang tua saya belum mampu karena masih banyak kebutuhan buat makan kami berdua sama nenek disini, apalagi saya cuman tinggal dengan nenek yang kerjanya cuman buruh tani”ratapnya AS kepada media ini.

Baca Juga:  PJ Bupati Tanggamus Mulyadi Irsan Menghadiri Kegiatan Sosialisasi Penanaman Vegetasi Pantai

Saat dikonfirmasi Kepala SMK Nurul Falah Wahid Fatchurohman melalui sambungan telepon selulernya mengatakan kepada media ini, benar adanya telah melakukan penyitaan alas kaki berupa sepatu milik siswa-siswanya, disebabkan sepatu yang mereka gunakan tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah diterapkan oleh pihak sekolah, sedangkan ketentuan tersebut bukan dibuat secara mendadak namun sudah diterapkan di awal tahun, makanya hal tersebut salah satu bentuk kedisiplinan terhadap siswa-siswi SMK Nurul Falah.

” Kami pihak sekolah sudah menghimbau kepada seluruh siswa-siswi SMK Nurul Falah bukan mendadak sekali atau dua kali, serta itupun diharuskan, kemudian sepatu yang mereka pakai itu lebih mahal dari pada sepatu new basket mas, nah makanya sementara kita tahan dulu sampai mereka sudah memakai sepatu new Basket, sedangkan kami sudah beberapa kali memberitahukan agar segera mengganti”kilahnya.

Dewasa ini perspektif guru berada pada jalur yang berbeda yaitu perspektif positif dan perspektif negatif.Perpektif positif akan menghasilkan hasil yang positif juga,tentunya harus didasari dengan usaha yang jitu dan kuat,mereka memiliki sistem dan paradigma dalam proses belajar mengajar dan meningkatkan kreativitas siswa.

Baca Juga:  "DPW PEKAT-IB Lampung: Sekdaprov Lampung Ditengarai Selewengkan APBD, Tidak Ideal Diusulkan Sebagai Pj. Gubernur Lampung"

Guru yang memiliki persepektif positif adalah guru yang diharapkan bangsa dan tanah air yang merancang masa depan murid agar menjadi orang yang sukses dimasa depan dengan etika,ilmu dan skill.Persepektif negatif akan membangun bibit-bibit negatif.Ada banyak guru telah berjalan pada perspektif negatif terbukti saat murid melakukan kesalahan  guru akan menghukum siswa.

Sekolah  merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa.Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa oleh guru.Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris,dijemur dilapangan dan dipikul.Disamping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan kata makian.

Kasus kekerasan-kekeraan sangat berlawanan dari peran seorang guru sebagai pendidik ,pengajar dan pembimbing. Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa.Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis,atau siswa akan menyimpan dendam,makin tebal terhadap hukuman,dan cenderung melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah.lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat. (TIM)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button